1). Inqury atau Menemukan
Teknik pembelajaran Inquiry yaitu sebuah teknik/metode
pembelajaran dimana guru berusaha mengarahkan siswa untuk mampu menyadari apa
yang sudah didapatkan selama belajar. Sehingga siswa mampu berfikir dan
terlibat dalam kegiatan intelektual dan memproses pengalaman belajar itu
menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata.
Model Pembelajaran Inquiry dilakukan dengan tahapan:
1.Tahapan penyajian masalah
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk
mengumpulkan informasi.Keterlibatan siswa pada tahap ini adalah :
(1). Memberi respon positif terhadap masalah yang dikemukakan,
(2). Mengungkapkan ide awal.
2.Tahapan verifikasi data
Guru
memberikan pertanyaan pengarah sehingga siswa mampu mengidentifikasi dan
merumuskan hipotesis. Keterlibatan siswa pada tahap ini yaitu :
(1). Melakukan
pengamatan terhadap masalah yang diberikan,
(2). Merumuskan
masalah,
(3). Mengidentifikasi
masalah,
(4). Membuat
hipotesis, dan
(5). Merancang
eksperimen.
3.Megadakan eksperimen dan pengumpulan data
Pada tahap
ini siswa diajak melakukan eksperimen atau mengumpulkan data dari permasalahan
yang ada.Peran siswa dalam tahap ini yaitu :
(1). Melakukan
eksperimen atau pengumpulan data, dan
(2). Melakukan
kerjasama dalam mengumpulkan data.
4.Merumuskan
penjelasan
Guru
mengajak siswa untuk melakukan analisis dan diskusi terhadap hasil yang
diperoleh sehingga siswa mendapatkan konsep dan teori yang benar sesuai
konsepsi ilmiah. Keterlibatan siswa dalam tahap ini adalah :
(1). Melakukan
diskusi, dan
(2). Menyimpulkan
hasil pengumpulan data.
5.Mengadakan analisis inquiry
Guru meminta
kepada siswa untuk mencatat informasi yang diperoleh serta diberi kesempatan
bertanya tentang apasaja yang berkaitan dengan informasi yang mereka peroleh
sebelumnya lalu kemudian guru memberikan latihan soal-soal jika dipelukan.
Keterlibatan
siswa dalam tahap ini yaitu :
(1). Mencatat
informasi yang diperoleh,
(2). Aktif
bertanya, dan
(3). Mengerjakan
latihan soal.
2). Konstruktivisme
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang
proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
(perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif.
Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi
dengan lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang
pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah
seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata
”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari
ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini
berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat
menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno,
1997:24).
Perolehan
pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan
dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru
tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi
konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam
struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi
lain untuk mengatasinya.
Berdasarkan
pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam
pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri
aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai
fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan
mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi
pengalaman mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75),
menyatakan bahwa dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak
mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan, namun
mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk menemukan cara mereka
sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan
jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau
tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju
kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan
dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa.
Format
Pembelajaran Konstruktivis :
1. Fase
start
Guru mungkin
ingin mulai dengan mengukur pengetahuan murid sebelumnya dan menetapkan
berbagai kegiatan. Guru dapat mulai dengan pertanyaan umum terbuka
(misalnya,”Menurut kalian biologi itu ilmu tentang apa?”) lalu mendorong murid
untuk memberikan jawaban – jawaban terbuka dan mendiskusikan tentang subjek
ini.
2. Fase
eksplorasi
Murid
sekarang mengerjakan kegiatan yang ditetapkan guru di fase 1. kegiatan ini
biasanya bersifat eksploratik, melibatkan situasi atau bahan – bahan riil, dan
memberikan kesempatan untuk kerja kelompok.
3. Fase
refleksi
Selain fase
ini, murid mungkin diminta untuk menengok kembali kegiatan itu dan menganalisis
serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok –
kelompok lain atau dengan guru.
4. Fase
aplikasi dan diskusi
Selain itu
guru dapat meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan berbagai temuan dan
menarik kesimpulan. Langkah berikutnya dapat diidentifikasi oleh guru atau
murid, dan poin-poin kunci direkap.
Contoh Metode Pembelajaran Konstruktivistik :
Kelompok
belajar kooperatif
Proses
pembelajaran debgab MPBP juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu
proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerjasama antar siapa? Tiada lain
adalah kerjasama antarsiswa dan antarkomponen-komoponen lain di sekolah,
termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait.
Kerjasama antarsiswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah
untuk bahan kajian bersama.
Pembelajaran
koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh
ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar
berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi
(sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature
dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing.
Jadi model
pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri.
Menurut
teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota
kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender,
karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil
kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran koperatif adalah
informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok,
presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.
(sumber : http://anitamisriyahmissy.blogspot.co.id/2011/10/metode-pembelajaran-konstruktivistik.html , https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/10/pembelajaran-konstruktivisme.html )
3). SETS ( Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat)
Pendekatan Science, Environment, Technology, Society (SETS) yang dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai “Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat (Salingtemas)”.
Definisi SETS menurut the NSTA Position Statement 1990 (dalam Kuswati, 2004:11) adalah memusatkan permasalahan dari dunia nyata yang memiliki komponen Sains dan Teknologi dari perspektif siswa, di dalamnya terdapat konsep-konsep dan proses, selanjutnya siswa diajak untuk menginvestigasi, menganalisis, dan menerapkan konsep dan proses itu pada situasi yang nyata.
Pendekatan SETS/ Salingtemas diambil dari konsep pendidikan STM (Sains, Teknologi, dan Masyarakat), pendidikan lingkungan (Environmental Education/EE), dan STL (Science, Technology, Literacy). Dalam pendekatan Salingtemas atau SETS (Science, Environmental, Technology and Society) konsep pendidikan STM atau STL dan EE dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (Depdiknas, 2002:5).
Urutan ringkasan SETS membawa pesan bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk teknologi (T) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperlukan pemikiran tentang berbagai implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Pendekatan Salingtemas secara mendasar dapat dinyatakan bahwa melalui pendidikan Salingtemas ini diharapkan agar siswa dapat mengetahui tiap-tiap unsur salingtemas dan juga memahami implikasi antar hubungan elemen-elemen unsur-unsurnya. Selain itu, Salingtemas akan membimbing siswa agar berpikir secara global/ keseluruhan dan bertindak memecahkan masalah lingkungan, baik lingkungan lokal maupun hubungan lingkungan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat dan berperan serta dalam pemecahan masalah internasional sesuai kapasitasnya (Binadja, 2005:2).
Pengertian tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan dalam Depdiknas (2002:5) bahwa dengan pendekatan Salingtemas/ SETS siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiran untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi ini terhadap lingkungan dan masyarakat.
Pendekatan SETS harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkatan pendidikannya. Isi pendidikan SETS diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan. Hubungan yang tepat antara SETS dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik bahasan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.
Sasaran pengajaran SETS adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang berkaitan. Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya.
Untuk memahami pendekatan SETS maka diperlukan pemahaman terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu antara STM, STL dan Pendidikan Lingkungan.
Menurut Poedjiadi (2005 : 115 ), para praktisi pendidikan banyak mengungkapkan istilah yang serupa dengan salingtemas yang sebenarnya memiliki inti yang sama, seperti istilah Science, Environment, Technology, and Society (SETS); Science, Technology, and Society (STS) atau dapat diterjemahkan menjadi Sains, Teknologi, Masyarakat (STM); dan Science, Environment, Technology (SET).
Menurut Binadja (1999 : 3), urutan singkatan SETS memberi gambaran bahwa untuk mengaplikasikan sains kedalam bentuk teknologi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, harus dipikirkan berbagai implikasi pada lingkungan secara fisik maupun mental. Pembelajaran berpendekatan SETS ditujukan untuk membantu siswa memahami sains dan perkembangannya serta pengaruh perkembangan sains terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.
Dalam pendekatan SETS, siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan peran teknologi di dalam masyarakat ( Depdikbud, 1992 dalam Rustaman et al.,2003 : 116 ). Pembelajaran berpendekatan SETS harus mampu membuat siswa yang mempelajarinya mengerti hubungan tiap-tiap elemen dalam SETS. Hubungan yang tidak terpisahkan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik yang dapat dikaji manfaat-manfaat maupun kerugian-kerugian yang ditimbulkan.
Apabila siswa selalu dibiasakan memikirkan keterkaitan positif maupun negatif antara elemen-elemen SETS, maka siswa akan selalu berusaha menganalisis kondisi dan mensintesis sesuatu yang baru. Pendidikan SETS pada hakikatnya akan membimbing siswa untuk dapat berfikir global dan bertindak lokal maupun global dalam memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari.
Masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dibawa ke dalam kelas untuk dicarikan solusinya menggunakan pendidikan SETS secara terpadu dalam hubungan timbal balik antara elemen-elemen sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Utomo, 2009 : 1).
Unsur-unsur SETS tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam bidang pendidikan, yang khususnya menjadi fokus adalah sains. Dengan sains sebagai fokus perhatian, guru dan siswa yang menghadapi pelajaran sains dapat melihat bentuk keterkaitan dari ilmu yang dipelajari (sains) dengan unsur lain dalam SETS.
Jadi dapat dipahami bahwa melalui pendekatan SETS, siswa diajak untuk mengenal teknologi, dan menganalisis dampak baik positif maupun negatif dari teknologi tersebut. Pada akhirnya siswa diharapkan mampu menerapkan konsep tenologi dan pengetahuan yang telah didapatnya dalam kehidupan sehari-hari.
4). Pemecahan Masalah
a.
Pengertian Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan
mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu masalah/persoalan
dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode ini diciptakan seorang ahli
didik berkebangsaan Amerika yang bernama Jhon Dewey. Metode ini dinamakan
Problem Method. Sedangkan Crow&Crow dalam bukunya Human Development and
Learning, mengemukakan nama metode ini dengan Problem Solving Method.
Sebagai
prinsip dasar dalam metode ini adalah perlunya aktifitas dalam mempelajari
sesuatu. Timbulnya aktifitas peserta didik kalau sekiranya guru menjelaskan
manfaat bahan pelajaran bagi peserta didik dan masyarakat.
Dalam
bukunya “school and society” John Dewey mengemukakan bahwa keaktifan peserta
didik di sekolah harus bermakna artinya keaktifan yang disesuaikan dengan
pekerjaan yang biasa dilakukan dalam masyarakat.Alasan penggunaan metode
problem solving bagi peneliti adalah dengan penggunaan metode problem solving
siswa dapat bekerja dan berpikir sendiri dengan demikian siswa akan dapat
mengingat pelajarannya dari pada hanya mendengarkan saja.
Untuk
memecahkan suatu masalah John Dewey mengemukakan sebagai berikut :
1.Mengemukakan persoalan/masakah. Guru menghadapkan masalah yang akan dipecahkan
kepada peserta didik.
2.Memperjelas persoalan/masalah. Masalah tersebut dirumuskan oleh guru bersama
peserta didiknya.
3.Melihat kemungkinan jawaban peserra didik bersama guru mencari
kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan dalam memecahkan persoalan.
4.Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru menetapkan cara
pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
5.Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil yang
diharapkan atau tidak.
b.
Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
1. Persiapan
a.Bahan-bahan
yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru.
b.Guru menyiapkan
alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu dalam memecahkan persoalan.
c.Guru memberikan
gambaran secara umum tentang cara-cara pelaksanaannya.
d.Problem yang
disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta didik untuk berpikir.
e.Problem harus
bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta didik.
2. Pelaksanaan
a.Guru
menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan.
b.Guru meminta
kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang tugas yang akan
dilaksanakan.
c.Peserta didik
dapat bekerja secara individual atau berkelompok.
d.Mungkin
peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin pula tidak.
e.Kalau
pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian didiskusikan mengapa pemecahannya
tak ditemui.
f.Pemecahan
masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran.
g.Data
diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa sehingga dijadikan fakta.
h.Membuat
kesimpulan.
3. Keuntungan
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a.Melatih peserta
didik untuk menghadapi problema-problema atau situasi yang timbul secara spontan.
b.Peserta didik
menjadi aktif dan berinisiatif sendiri serta bertanggung jawab sendiri.
c.Pendidikan
disekolah relevan dengan kehidupan.
4. Kelemahan
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
a.Memerlukan
waktu yang lama
b.Murid yang
pasif dan malas akan tertinggal
c.Sukar sekali
untuk mengorganisasikan bahan pelajaran.
d.Sukar sekali
menentukan masalah yang benar-benar cocok dengan tingkat kemampuan peserta
didik.
5). Diskusi
Langkah-langkah
penggunaan metode diskusi menurut Hasibuan (1985) dan Sastrawijaya (1988)adalah
sebagai berikut:
1.
Guru mengemukkan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan
seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.
2.
Para siswa membentuk kelompok-kelompok diskusi memilih pimpinan diskusi (ketua,
sekretaris, pelapor) mengatur tempat duduk, ruangan, sarana,dan sebagainya
dengan bimbingan guru. Pimpinan diskusi sebaiknya berada di tangan siswa yang :
a).
Lebih memahami masalah yang akan didiskusikan
b).
"Berwibawa" dan disenangi oleh teman-temannya
c).
Lancar berbicara
d).
Dapat bertindak tegas, adil, dan demokratis
Tugas
pimpinan diskusi antara lain :
a).Pengatur
dan pengarah diskusi
b).Pengatur
"lalu lintas" pembicaraan
c).Penengah
dan penyimpul berbagai pendapat
3.
Para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masng, sedangkan guru
berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain, menjaga ketertiban,
serta memberikan dorongan dan bantuan agar anggota kelompok berpartisipasi
aktif dan diskusi dapat berjalan lancar. Setiap siswa hendaknya, mengetahui
secara persis apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya berdiskusi.
4.
Setiap kelompok harus melaporkan hasil diskusinya. Hasil diskusi dilaporkan
ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru memberikan
ulasan atau penjelasan terhadap laporan tersebut.
5.
Akhirnya siswa mencatat hasil diskusi, sedangkan guru menyimpulkan laporan
hasil diskusi dari setiap kelompok.
Pengertian Metode Penugasan atau metode pemberian tugas adalah cara
dalam proses belajar mengajar dengan
jalan memberi tugas
kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat
berupa mengikhtisarkan karangan, (dari
surat kabar, majalah
atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan
gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan. Metode pemberian
tugas, dianjurkan antara
lain untuk mendukung metode
ceramah, inkuiri, VCT.
Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik
ruang lingkup maupun
bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun
kelompok.
Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya
didorong untuk melakukan kegiatan
yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh
karena itu metode pemberian tugas
dapat dipergunakan untuk
mendukung metode pembelajaran yang lain.
Penggunaan metode pemberian tugas bertujuan:
· menumbuhkan proses pembelajaran yang eksploratif
· mendorong perilaku kreatif
· membiasakan berpikir komprehensif
· memupuk kemandirian dalam proses pembelajaran
Metode pemberian tugas yang
digunakan secara tepat dan terencana dapat bermanfaat untuk:
· menumbuhkan kebiasaan belajar secara mandiri
dalam lingkungan bersama (kolektif) maupun sendiri
· melatih
cara mencari informasi secara langsung
dari sumber belajar yang
terdapat di lingkungan
sekolah, rumah dan masyarakat
· menumbuhkan
suasana pembelajaran yang
menggairahkan (rekreatif)
Kelebihan metode penugasan adalah:
· Hasil pelajaran lebih tahan lama dan membekas
dalam ingatan siswa.
· Siswa belajar dan mengembangkan inisiatif dan
sikap mandiri.
· Memberikan kebiasaan untuk disiplin dan giat
belajar.
· Dapat mempraktekkan hasil-hasil teori dalam
kehidupan yang nyata.
· Dapat memperdalam pengetahuan siswa dalam
spesialisasi tertentu.
Kekurangan metode penugasan adalah:
· Siswa dapat melalukan penipuan terhadap tugas
yang diberikan (Dikerjakan oleh orang lain atau menjiplak karya orang lain).
· Bila tugas diberikan terlalu banyak, maka siswa
dapat mengalami kejenuhan sehingga mengganggu ketenangan batin siswa.
· Sulit memberikan tugas yang dapat memenuhi sifat
perbedaan individunya dan minat dari masing-masing siswa.
Pemberian tugas cenderung memakan waktu da tenaga serta biaya yang
cukup berarti. Oleh karena itu, metode penugasan tidak lepas dari kekurangan
dan kelemahan. Maka guru perlu memperhatikan saran-saran pelaksanaan, sebagai
berikut:
· Merencanakan pemberian tugas secara matang.
· Tugas yang diberikan hendaknya didasarkan pada
minat dan kemampuan siswa.
· Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi
pelajaran yang telah diberikan.
· Jenis tugas yang diberikan hendaknya telah
dimengerti betul oleh siswa agar tugas
dapat dilaksanakan dengan baik.
Jika tugas yang diberikan
bersifat tugas kelompok, maka pembagian
tugas (materi tugas) harus diarahkan, termasuk batas waktu
penyelesaiannya.
· Guru dapat membantu menyediakan alat dan sarana
yang diperlukan dalam pemberian tugas.
· Tugas yang diberikan dapat merangsang perhatian
siswa dan realistis.
· Hasil tugas siswa dinilai oleh guru.
(Sumber : http://lenterakecil.com/metode-penugasan.html )
1. Metode ilmiah adalah langkah langkah yang ditempuh oleh peneliti
dalam menjawab pertanyaan pertanyaan atas masalah masalah dan keingintahuan nya
terhadap fenomena fenomena yang terjadi sehingga dihasilkan jawaban yang akurat
dan obyektif sehingga mampu diterima secara universal dan dianggap valid.
2. Langkah – langkah pembelajaran karya ilmiah :
a).
Melakukan identifikasi masalah
b).
Mengumpulkan data dalam cakupan masalah
c).
Memilah data untuk mencari korelasi, hubungan yang bermakna dan keteraturan
d). Merumuskan hipotesis (suatu generalisasi) yang merupakan tebakan ilmiah yang
menjelaskan data data yang ada dan menyarankan langkah langkah berikutnya yang
harus dilakukan untuk penelitian yang lebih lanjut
e).
Menguji hipotesis secara setepat mungkin dengan cara mengumpulkan data data
baru
f).
Melakukan konfirmasi, modifikasi ataupun menolak hipotesis apabila memperoleh
temuan temuan baru.
8). Demonstrasi
Pengertian Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang
proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah
laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik
secara nyata atau tiruannya (Syaiful, 2008:210).
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan
cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu
kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang
relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah,
2000:22).
Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2000:2)
bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan
sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan
pelajaran.
Menurut Syaiful (2008:210) metode demonstrasi ini
lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu
gerakan-gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode
demonstrasi peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala
benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil
kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan.
Tujuan Metode Demonstrasi
Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi
adalah untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai materi
ajar, cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa dalam
pengajarn kelas. Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelebihan dan
kelekurangan.
Manfaat Metode Demonstrasi
Manfaat psikologis dari metode demonstrasi adalah :
·
Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
·
Proses belajar siswa lebih terarah pada materi
yang sedang dipelajari.
·
Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran
lebih melekat dalam diri siswa.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008:211) kelebihan
dan kekurangan metode demonstrasi adalah sebagai berikut :
Kelebihan metode demonstrasi
·
Perhatian siswa dapat dipusatkan pada hal-hal
yang dianggap penting oleh guru sehingg hal yang penting itu dapat diamati
secara teliti. Di samping itu, perhatian siswa pun lebih mudah dipusatkan
kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainya.
·
Dapat membimbing siswa ke arahberpikir yang sama
dalam satu saluran pikiran yang sama.
·
Ekonmis dalam jam pelajaran di sekolah dan
ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui demonstrasi
dengan waktu yang pendek.
·
Dapat mengurangi kesalahan-kesalahn bila
dibandingkan dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan
gambaan yang jelas dari hasil pengamatannya.
·
Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka
tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak
·
Beberapa persoalan yang menimbulkan petanyaan
atau keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasi.
Kekurangan metode demonstrasi
·
Derajat visibilitasnya kurang, peserta didik
tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang
didemonstrasikan kadang-kadang terjadiperubahan yang tidak terkontrol.
·
Untuk mengadakan demonstrasi digunakan ala-alat
yang khusus, kadang-kadang alat itu susah didapat. Demonstrasi merupakan metode
yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati secara
seksama.
·
Dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal
yang didemonstrasikan diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal ini banyak
diabaikan leh peserta didik.
·
Tidak semua hal dapatdidemonstrasikan di kelas.
·
Memerlukan banyak waku sedangkan hasilnya
kadang-kadang sangat minimum.
·
Kadang-kadang hal yang didemonstrasikan di kelas
akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata atau
sebenarnya.
·
Agar demonstrasi mendapaptkan hasil yang baik
diperlukan ketekitian dan kesabaran.
Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa
terhadap pelajaran akan lebih berkesan secra mendalam, sehingga membentuk
pengertian dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan
memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.
Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proes
mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses
mengerjakan atau menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu,
membandingkan suatu cara engan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat
kebenaran sesuatu.
0 komentar:
Posting Komentar